Laman

Seminar Bedah Buku Rumah Tersembunyi

Seminar Bedah Buku Rumah Tersembunyi - Hari Sabtu (14/11) di Ruang VIP Gedung Serbaguna Universitas Negeri Medan (Unimed), Unimed Press bekerja sama dengan jurusan Pendidikan Sejarah Unimed dan jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Unimed mengadakan seminar dan bedah buku “Sejarah Penyair Besar Asal Medan: Rumah Tersembunyi Chairil Anwar”.

Undangan yang hadir antara lain para sastrawan Sumut, mahasiswa dan dosen jurusan Bahasa Indonesia, jurusan Sejarah Universitas Muslim Nusantara (UMN) dan Unimed, termasuk juga Komunitas GELAS (Gelanggang Sejarawan).

Hadir sebagai narasumber adalah sastrawan Sumut, Damiri Mahmud sekaligus penulis buku  “Rumah Tersembunyi Chairil Anwar”, Dr. Shafwan Hadi Umri (sastrawan dan akademisi UMN) dan Dr. Mutsuhito Solin, M.Pd (akademisi Unimed).

Acara dibuka dengan menyanyikan lagu wajib nasional “Tanah Airku” (karya Ibu Sud), kemudian dilanjutkan musikalisasi puisi oleh mahasiswa jurusan pendidikan Bahasa Indonesia, kata sambutan ketua panitia, sambutan sekaligus pembukaan mewakili rektor Unimed, dalam hal ini oleh wakil rektor I Unimed.

Setelah pembukaan, sebagai sebuah kehormatan Komunitas GELAS diminta panitia untuk membaca puisi “Aku”, yang dikenal sebagai puisi paling melegenda yang pernah ditulis Chairil Anwar, selain puisi “Kerawang-Bekasi”. Sebagai perwakilan dari Komunitas, Arbi Syafri Tanjung - pendiri dan penggagas GELAS, tampil membacakan puisi “Aku” yang sakral itu. Pembacaan puisi diiringi dengan alunan gesekan biola oleh seorang mahasiswa seni musik Unimed.

Sebagai pemateri pertama, Damiri Mahmud mengajukan tawaran-tawaran ide baru tentang Chairil Anwar.

“ Tidak benar tuduhan akademisi terdahulu yang menyebutkan tubuh Chairil terbagi dua alam, bagian kepala adalah Barat dan leher kebawah adalah Indonesia. Karya sastra Chairil murni dan utuh seluruhnya proses interaksi dengan Medan dan Indonesia, bukan pengaruh pikiran Barat,” tegasnya.

Penjelasan lain Damiri perihal Chairil Anwar yaitu tentang rumah tempat tinggal dan bermain Chairil masa kecil hingga berumur 15 tahun, ia menduga beralamat di jalan Gajah Mada dan daerah sekitar mesjid sekarang.

Sementara itu, sastrawan Shofwan Hadi Umri mengurai kecendrungan Chairil pada empat hal dalam proses kreatifnya, yaitu taman, pantai, rumah dan pasar. Keempat hal ini saling bergantian dan dominan ia sebutkan melalui kata-kata dalam puisi yang ia cipta.


Berbeda dengan dua pemateri lainnya, Dr. Mutsuhito Solin, M.Pd lebih cenderung tampil sebagai pembedah buku yang ditulis Damiri. Tafsir-tafsir Damiri tentang Chairil dalam bukunya satu persatu dijelaskan oleh Mutsuhito. Penjelasan yang tentu saja merangsang para undangan untuk membaca langsung isi buku tersebut.

Acara ditutup dengan penyerahan plakat oleh panitia kepada narasumber dan foto bersama. Komunitas GELAS secara terpisah mengambil kesempatan untuk foto bersama dan bercengkrama langsung dengan sastrawan Damiri Mahmud. (sumber : news.analisadaily.com )